Sudahkah Anda Paham Apa yang Anda Tulis?

Proses Kreatif Penulisan Buku Noken Kebanggaan Kami


Ilustrasi: DiyanBijac


Bagi para penulis yang berkesempatan menghasilkan karya dalam rangka Gerakan Literasi Nasional (GLN), program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini seperti tiada habisnya memercikkan eforia. Saya salah satu penulis yang beruntung bisa menulis satu judul buku untuk GLN 2019. Teman-teman lain juga rasanya tidak ada yang menyesal bisa ikut program ini. Buktinya, ada beberapa teman yang ikut sejak 2017 sampai tiga tahun berikutnya berturut-turut. Ketagihan, katanya 😄

Meski sudah setahun berlalu, pengalaman ikut GLN rasanya masih sangat relevan untuk saya dokumentasikan di sini. Terutama tentang proses kreatif menulisnya.

Bagi Teman-teman yang belum tahu apa itu GLN, bisa baca penjelasannya di sini.

GLN 2019 diadakan oleh Badan Bahasa Kemdikbud dengan metode seleksi penulis, bukan sayembara seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi intinya sama aja sih, sama-sama kompetisi menulis 🙂

Terima kasih sahabatku Emil yang pertama kali menginfokan ini via whatsapp karena tahu saya sudah beberapa tahun puasa medsos dan mungkin melewatkannya 😎

Jadilah saya mengirimkan konsep naskah sesuai yang disyaratkan oleh penyelenggara. Tahun 2019 yang dicari adalah naskah buku cerita bergambar (picture books).


Saya mengirim konsep naskah dengan topik noken, kerajinan tangan khas Papua. Kenapa saya menulis tentang noken? Saya tertarik dengan bentuknya yang unik. Saya pernah punya noken waktu SD dulu, oleh-oleh dari kerabat yang pernah bertugas di sana. Noken itu saya pakai sebagai tas sekolah sehari-hari.


Sumber gambar: Wikipedia


Noken yang unik, dari segi bahan bakunya, cara pembuatannya, filosofi di balik proses pembuatannya. Dan alasan lainnya yang membuat saya ingin mempelajari dan menulisnya.

Alhamdulillah, konsep naskah saya terpilih di antara 100an naskah terpilih lainnya (ada cukup banyak penulis yang menulis 2 atau 3 judul naskah dan semuanya terpilih). Kalau tidak salah, itu sudah dijaring dari 600an naskah kiriman peserta/penulis seIndonesia. Saya termasuk satu di antara 90an penulis yang diundang ke Jakarta untuk menyajikan (baca: mempertanggungjawabkan) apa yang saya tulis.

Baru ketemu teman-teman di hari pertama saja sudah luar biasa kegembiraanya. Ketemu penulis dari seluruh Indonesia (gak semua provinsi, sih), seru sekali. Mengikuti acara makan siang penyambutan oleh panitia dari Badan Bahasa, di Hotel Kartika Chandra, rasanya sampai sekarang belum hilang keceriaannya 💕


Foto: Ali Muakhir

Maaf ya, Teman-teman, intronya kepanjangan 🤣🤭


Dokpri


Hari pertama, Rabu, 24 April 2019, adalah upacara pembukaan Pertemuan Penulis Bahan Bacaan Literasi Baca Tulis, dan materi workshop hari pertama.


Penjenjangan buku. Dokpri


Hari kedua, Kamis, 25 April 2019, masih workshop, sejak pagi sampai malam. Sambil penulis diminta menyiapkan naskahnya untuk dipresentasikan esok hari.


Hari kedua
 Foto: Dwi Rahmawati (teman sekamar)



Kearifan lokal dalam buku anak. Dokpri


Hari ketiga, Jumat, 26 April 2019, penulis dibagi ke dalam 4 kelas.  Saatnya presentasi. Saya masuk kelas B, dengan pembimbing Dr Dewi Utama Faizah dan Dr Tengku Syarfina.


Bagian inilah yang menegangkan. Setiap penulis diminta mempresentasikan apa yang ditulisnya. Mempertanggungjawabkannya. Dari sini akan ketahuan seberapa paham penulis akan apa yang ditulisnya. Juga akan ketahuan idenya orisinal atau tidak 😇


Foto: Dini W Tamam


Giliran saya tiba, rasanya seperti sidang skripsi. Kata Ibu Dewi Utama Faizah, 'Saya melihat beberapa penulis seperti eforia menulis tentang noken. Mbak, nanti saya tunjukkan buku noken hasil workshop Room to Read tahun lalu. Bisa jadi tambahan referensi.'


Buku yang berpengaruh. Dokpri



Saya ditanya alasan saya mengambil topik ini, dan seberapa paham saya tentang noken ini. Speechless dan merasa bodoh saya 🙈

Masih di ruang kelas B, saya langsung tanya ke teman-teman di grup WA kelas B. Adakah yang punya teman orang Papua atau tinggal di Papua yang bisa saya mintai keterangan sebagai narasumber, alhamdulillah ada. Adya Tuti, yang tahun sebelumnya juga terjaring dalam sayembara GLN 2018, merekomendasikan teman GLN seangkatannya, Dzikry JR, untuk tempat saya bertanya.


Praktik literasi lokal. Dokpri


Oh ya, Ibu Dewi menyarankan agar saya mengubah konsep naskah saya. Dari nonfiksi kreatif menjadi fiksi saja, dengan konflik ringan agar ceritanya lebih hidup. Bisa dibilang saya melakukan revisi mayor. Dan ini berpengaruh pada sebagian ilustrasi yang sudah dibuat oleh ilustrator.


Praktik baik dari pedalaman. Dokpri



Sebetulnya, panitia hanya minta ilustrasi satu atau dua saja, tapi ilustrator saya di awal telanjur menggambar cukup banyak dan itu jadi merepotkan karena banyak gambar yang kemungkinan tidak terpakai.

Ini foto siapa ya, dulu? Maaf lupa 😄🙏🏻 kayaknya punya Mbak Saptorini. Wajah lelah setelah sidang skripsi eh presentasi, dan langsung sumringah setelah dapat 30% honor


Dokumentasi panitia GLN. Kemesraan ini janganlah cepat berlalu..


Hari keempat di Kartika Chandra, Sabtu, 27 April 2019. Sudah tidak ada kegiatan, selain makan pagi terakhir. Rangkaian acara sudah ditutup setelah penyerahan uang muka honor dan penandatanganan perjanjian kerja, semalam.


Maaf lagi, saya lupa ini foto punya siapa 😄 pokoknya salah satu yang ada di foto 🙏🏻

Kami semua bersiap pulang ke kota masing-masing sambil membawa PR: revisi naskah yang ditunggu sampai 2 minggu kemudian untuk dikirim kepada Tim GLN 2019

Sebagian teman menyempatkan main ke Perpusnas sebelum pulang. Saya sih ke iPusnas aja (setahun kemudian 🤭). Btw, maaf lagi, Teman, saya gak tau ini foto punya siapa. Pinjam yaa (photo credit menyusul nanti setelah dapat info)

***

Catatan. Maaf ya, Teman-teman, semoga tidak risih melihat foto-foto bertebaran di post ini 🤭🙏🏻 bagi saya ini sekalian galeri foto.

*

Bagian 2

Sesampai di kota asal, saya mulai merombak total alias revisi mayor naskah noken saya. Pusing 🤣

Alhamdulillah, narasumber saya, Dzikry JR, membagikan ilmunya tanpa pamrih. Segala sesuatu tentang Tanah Papua. Alamnya, penduduknya, adat dan budayanya, semuanya.

Mbak Dzikry yang asli Jawa Timur (seperti saya juga) ini sudah 10 tahun tinggal di Papua. Beruntung sekali saya bisa kenal dia.

Seperti Ibu Dewi, pembimbing saya di kelas B, Mbak Dzikry menanyai saya, kenapa saya menulis tentang noken. Bekal apa yang saya punya untuk menulisnya? Saya speechless lagi untuk kedua kalinya.

Semua informasi dari Mbak Dzikry sungguh di luar dugaan. Mbak, saya jadi ingin membuat kajian tentang penulis yang bukan orang Papua, tapi menulis tentang Papua, begitu katanya di sela chat whatsapp kami.

Waduh, saya jadi cemas. Saya tahu maksud kalimat itu. Kira-kira begini: janganlah sok tahu menulis tentang Papua kalau tidak mengenal Papua.

Berapa banyak orang yang menjawab 'honai' kalau ditanya 'apa nama rumah adat Papua?'

Kami orang Papua menelan ludah karena masih banyak yang begitu.

Papua itu luas sekali. Ingatlah pelajaran Geografi waktu masih sekolah dulu (atau dulu bolos waktu pelajarannya? 🙈)  Papua itu salah satu pulau terbesar di Indonesia. Wilayahnya luas sekali. Ada pegunungan, dataran rendah, pesisir, hutan lebat, dan semuanya memiliki karakteristik masing-masing. Jangan digebyah uyah.

'Mbak menulis noken yang dari mana?' tanya Mbak Dzikry.

Speechless yang ketiga.

'Saran saya, tulislah noken dengan setting spesifik yaitu Biak. Sesuai dengan bahan noken yang kamu ceritakan di naskahmu.'

Ya.. begitulah. Saya jadi tahu, bahwa noken di Papua itu berbeda-beda bahannya, tergantung daerah asalnya. Karena saya telanjur menulis tentang noken yang berbahan dasar kulit kayu pohon melinjo (Gnetum gnemon) atau pohon genemo menurut sebutan penduduk setempat, maka pakailah setting Biak.

Buka peta Papua. Biak ada di mana? Di sana tidak ada honai. Honai adanya di mana? Cari di Google 😆 Jadi ilustrasi yang sudah dibuat ada honai, harus dihapus. Di sana rumah penduduk berupa rumah panggung.

Apa lagi yang harus diperhatikan? Ketika melihat gambar Alex (tokoh cerita saya) dan mama-nya, Mbak Dzikry juga memberi masukan. Biak itu kota, lho. Bukan kampung/pedalaman. Perempuan Biak pakaiannya sudah moderen, pakai rok dari kain, bukan rok dari rumbai-rumbai. Ganti ilustrasi 🤦🏻‍♀️

Eh, tapi Alex dan mama-nya telanjur digambar tanpa alas kaki, dan itu juga kurang tepat, menurut Mbak Dzikry. Ya, maaf 🙏🏻 naskah saya jauh dari sempurna

Soal dialog dalam cerita, juga tidak luput dari revisi. Pakai Bahasa Melayu Papua, tidak sepenuhnya Bahasa Indonesia umum. Istilah-istilah khususnya dijelaskan di halaman glosarium.

Begitu detail Mbak Dzikry menjelaskan, sebagai narasumber yang sabar dan baik hati. Untuk waktu dan tenaga yang dia berikan demi saya merevisi naskah noken ini, dengan apa saya membayarnya, selain hanya ucapan terima kasih dalam halaman Sekapur Sirih, dan doa semoga kebaikannya dibalas oleh Allah dengan yang lebih baik.

Oh ya, dalam proses penulisan, hampir saja terlupa. Ada Mbak Tyas KW  yang membantu saya menemukan ide akan seperti apa jalan ceritanya. Ya, saran pembimbing untuk revisi mayor benar-benar membuat saya bingung karena harus memulai cerita dari nol. Terima kasih banyak Mbak Tyas 💕



*

Pelajaran penting dari proses kreatif saya menulis naskah noken ini adalah: pahamilah baik-baik apa yang hendak kautulis. Kalau tidak tahu tentang sesuatu, jangan sok tahu menulisnya tanpa bekal data dan ilmu.

Menulis cerita atau naskah nonfiksi tentang atau berlatar adat dan budaya suku tertentu itu tidak mudah. Salah menulis karena ketidaktahuan atau kecerobohan, bisa fatal akibatnya (misalnya, melukai perasaan penduduk suku tersebut).

Dan, sebelum menulis tentang adat dan budaya suku lain, sudahkah kita mengenal adat dan budaya kita sendiri?


Comments

  1. Sebuah kebanggaan bisa berkumpul di event yang membanggakan. Lihat mbak aja saya ikut bangga😀

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar Mbak, seru banget, pengalaman sangat berharga bisa berkontribusi di GLN

      Delete
  2. Lihat mbak bisa gabung di komunitas GLN, saya ikut bangga.

    ReplyDelete
  3. Benar ya mba, penting banget untuk survey dan riset kecil-kecilan mengenai apa yang akan kita tulis ya mba, sehingga tidak sekedar persepsi atau perasaan semata. Keren mba pengalamannya👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Mbak Fina 😄 menulis untuk tujuan diterbitkan dan dibaca khalayak, gak boleh asal. Harus benar kontennya dan manfaat. Makasih dah nengok ya Mbak 😍

      Delete
  4. Alhamdulillah...ikut senang lihatnya, mbak bisa berkesempatan diundang Balai Bahasa di Jakarta, membanggakan sekali ya mbak. Semoga tetap semangat dan terus sukses ya..Mbak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau yg di pusat namanya Badan Bahasa ya Mbak Sri 😄 kalau Balai Bahasa itu di level provinsi. Terima kasih. Aamiin. Sukses bareng2 ya kita

      Delete
  5. pengalaman yg berharga bgt pastinya ya mba. kebayang c njlimetnya proses editing itu apalagi harus sampe ganti2 ilustrasi. tp keren bgt lo mba bisa nulis tentang adat budaya daerah lain

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha.. revisinya berlapis2, Mbak Eva 😄 begadangnya berbulan2. Sudah di-acc mentor pun masih menunggu lolos uji Pusat Kurikulum dan Perbukuan

      Delete
    2. Makasih apresiasinya, mbak 😻

      Delete
  6. Seru banget acaranya mbak Lia :D.
    Setiap buku mempunyai ceritanya sendiri, ya. Penuh liku. Bukunya jadi tambah keren.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti lebih seru andai saat itu saya sempat foto bareng Mbak Tyas 😍 yah gimana temannya banyak banget 😄 makasih banyak Mbak Tyas sudah bantu saya menulis kisah Alex dan nokennya

      Delete
  7. Wah dari cerita Mbak Aulia, aku jadi tau kalau mau mengangkat budaya orang lain, kita harus benar-benar paham ya apa yang kita akan bawa. Sekecil apapun detilnya akan sangat berpengaruh kepada persepsi orang atas budaya tersebut nantinya. Risikonya besar... namun hasilnya akan setimpal.

    By the way, selamat ya Mbak dapat kesempatan dari event besar yang nggak main-main dan pasti di dalamnya terkumpul orang-orang yang berkualitas👍🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah, Ibel 😊 harus sangat berhati2. Perlu riset, setidaknya bertanya kepada narasumber tepercaya. Makasih yaa kunjungannya

      Delete
  8. Bener, makanya aku suka menghindari nulis tentang beauty karena ga paham wkwkwk. Pas baca ini aku pun jadi keingetan waktu jaman kuliah nulis essay banyak salah karena aku ga banyak tau..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baca artikel ini sambil nostalgia ya Ori 😄

      Delete
  9. Aku sampai ikutan speechless sekaligus senang bacanya, Mbak...banyak banget info yang aku dapat, baru kali ini tahu bagaimana proses kreatif menulis cerita berkaitan dengan adat dan budaya. Senang lihat foto-foto kebersamaannya, seru dan hangat. Semangat terus, Mbak😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih apresiasinya Sarah. Semoga kita bisa selalu menghasilkan tulisan yg bermanfaat untuk pembqca kita. Sukses selalu yaa💕

      Delete
  10. wah mantul banget ini bisa ikutan di event besar seperti Gerakan Literasi Nasional...dan yang luar biasa mengangkat tulisan tentang kekayaan budaya Indonesia pastinya semakin menambah rasa cinta dan bangga pada negara...🥰🥰🥰.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mbak Nining 😍Topik yg saya ambil ini masuk ke tema kegiatan ekonomi kreatif, dgn pesan mencintai budaya negeri sendiri 🇮🇩

      Delete
  11. Bisa jadi reminder buat saya mbak supaya bisa lebih "mengenal" apa yang akan saya tulis, hehe.

    Btw selamat ya mbak, keren banget bisa gabung di event besar seperti itu 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih apresiasinya Mbak Indah 🌻 sukses selalu yaa

      Delete
  12. Selamat yaa mba, kamu keren! Makasih juga sudah sharing pengalaman kecenyaa 😍 Kapan-kapan boleh dicolek kalau ada info nulis gini ya. Eh, btw vi kenal juga sama mba Tuti Adya. Sukses selalu, mbaaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Viana, iya kenal Mbak Tuti di komunitas penulis selama ini, trus ketemu di GLN 😊 sukses yaa kita semua

      Delete
  13. Jadi penulis itu memang jangan males riset ya, Mbak? Mungkin karena itulah aku jadi "malas" nulis (buku) karena takut salah, takut itu... Krn tulisan yg berbobot itu bikinnya juga pasti ga akan semudah membalik telapak tangan.... sangat menginspirasi sekali baca proses kreatif dibalik "Noken" ini, Mbak^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaaa gitu deh, Rin 😄 eh tapi kalau suka tantangan malah seru lho 😄🌻 yuk semangat menulis

      Delete
    2. Takut salah itu hanya menghambat diri untuk maju. Kata orang bijak. Eh aku mengalami sendiri sih bahkan sampai sekarang. Dalam hal tertentu aku juga masih punya ketakutan 😄 yg seharusnya ditaklukkan, bukan dimanjakan

      Delete
  14. GLN ini tujuannya lebih ke supaya indonesia menulis buku atau membaca buku mbak? btw awesome bisa menjadi bagian dr ini. proud of you mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menyediakan bacaan berkualitas untuk anak Indonesia, Jeng Sita 😊📚 itu tahun lalu. Tahun ini aku nyoba gak hoki 😄

      Delete
  15. keren banget Mbak bisa menulis cerita anak, bagaimana cara menuangkan ide yg rumit ke bahasa anak-anak yang sederhana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mbak Inda 💕 banyak bergaul dgn anak2, juga banyak membaca buku anak karya penulis yg lebih senior. Dari berbagai genre ya, karya penulis luar negeri (bisa baca edisi terjemahan) atau karya penulis dari negeri sendiri. Itu cara saya mengasah kemampuan menulis cerita anak. Selanjutnya akan mengalir seperti air 😍

      Delete
  16. Mba ikut GLN di batasi usia gak...klo tau ada event ini dr dulu, mungkin aku udh nyoba daftar deh. Kayaknya seru banget ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak ada batasan usia, Anne 😊 tahun ini ada, dalam bentuk sayembara, bulan Maret-April lalu bukaannya. Aku ikut tapi belum hoki 😄 yuk kita coba tahun depan

      Delete
  17. Pengalaman ikut room to read aku juga pernah dibantai mbak karena nulis tentang anak sungai di Musi, huhu kurang referensi ey aku ikut seleksi GLN tiga kali belum rezeki lolos...akk semangat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh tapi Dedew berhasil melahirkan Alika di Room to Read.. aku cuma workshop aja di RtR 😄 memang ya harus riset, setidaknya tanya narasumber kompeten

      Delete
  18. Duh aku pernah merasakannya Mbak, dibantai saat kelas Room To Read, temaku tentang anak sungai Musi, kurang referensi, kurang pengetahuan huhu...pelajaran berharga ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dibantai tapi seru ya pas acara kayak gini ya Dew, pengalaman yg mahal harganya

      Delete
  19. pengen banget bisa ikut GLN suatu saat. tapi kapan ya ada lagi? hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tahun 2020 ini ada lho. Aku ikut tp belum berhasil 😄 semoga tahun depan masih ada, kita ikut ya Dhonna

      Delete
  20. Kegiatan yang sangat bermanfaat dan menginspirasi banyak orang untuk menulis Bu.. memang menulis memerlukan proses yaitu dari segi mengumpulkan semangat menulis, mengumpulkan banyak referensi dan informasi dan masih banyak lagi.. Namun jika sudah mencintai kegiatan menulis, pasti kita tidak akan merasa jenuh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, Mbak Idda. Iya, kalau sudah jadi passion, akan dilanjutkan dan dijalani dgn sepenuh hati, meski mengumpulkan materi (riset--minimal riset bacaan) itu tidak mudah 😊

      Delete
  21. Ma sya Allah... Nikmat luar biasa, ya, bisa ikut GLN. Bisa banyak dapat ilmu, ilmunya mahal lagi... Semoga Allah mudahkan mbak Aulia untuk membagikannya. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, benar, Bu Yuniar. Pengalaman sangat berharga 😍 amiin, untuk doanya 🙏🏻terima kasih

      Delete
  22. Mbak, aku merasa begitu jauh tertinggal, huhuhuhu ... Karyanya keren2 banget 🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama aja, Bening 😘 kamu jg keren kok 🌻 🤚🏻🙋🏻‍♀️

      Delete

Post a Comment

Thank you for visiting 🌻 I'd love to hear your thoughts here