Telaga Sarangan & Gunung Lawu: The Beautiful, Fertile, and Solid Land Where We were Born

Telaga Sarangan, Gunung Lawu, Hotel Merah, Magetan, Jawa Timur
Telaga Sarangan dan Gunung Lawu, kupotret dari lantai 3 Hotel Merah


Baru semalam tidur di rumah (Kamis malam, 22/05), hari ini Ami mengajakku ke Telaga Sarangan. Belum juga habis penat, sejak perjalalan dari Stasiun Pasar Senen (Rabu 21/05) lalu tiba di kampung halaman.

Oke lah, jadi orang asli Magetan tapi baru main lagi ke Telaga Sarangan setelah belasan tahun berlalu, rasanya gimana gitu kan..

Jumat sore yang dingin di pekan ketiga bulan Mei, langit masih mendung dan turun hujan. GoCar yang kami tumpangi jalannya lambat, mengikuti situasi dan kondisi proyek pelebaran jalan di sekitar jalan raya Sukomoro.

Alhamdulillah kami tiba dengan selamat. Hello again, Telaga Sarangan dan Gunung Lawu!

Hotel Merah, Telaga Sarangan


Ami memesan kamar di Hotel Merah. Jam 16:32 kami check-in, rugi 2,5 jam ya.. Salah sendiri, siapa suruh datang kesorean.

TIdak apalah, setumpuk keseruan menunggu di depan mata untuk kami jelajahi.

Hotel Merah, Sarangan, Magetan


Malam ini kami jalan-jalan cari makanan. Masih turun hujan ringan, cuaca dingin sekali. Kami jalan pakai payung. Sampailah kami di sebuah rumah makan, tidak jauh dari hotel. Harga makanannya sesuai standar tempat wisata ya.. rasanya cukup enak, tidak mengecewakan. Tempatnya cukup bersih.

Aku tulis pesanan langsung di kertas nota 


Dengan beberapa menu yang kami pesan, minumnya air mineral saja. Kami pinjam 2 gelas bersih, agar bisa menuang air secukupnya. Sisanya bisa kami bawa ke kamar hotel.

Suasana malam di Sarangan


Usai makan, kami kembali ke kamar. Belum ada seperempat jam, aku teringat sisa air mineral dalam botol, masih cukup banyak. Hanya berkurang 400ml, masih sisa 1 liter lebih kan..

Aku kembali ke rumah makan untuk mengambil sisa airku. Sudah tdak ada di meja tempat aku dan Ami tadi makan. Tidak ada orang saat aku kembali. Aku menanyakan ke pelayan, apakah dia lihat sisa air mineralku. Jawabannya berputar-putar, 'Nggak tahu, Bu. Tadi mbaknya yang ngringkesi.'

Yang dia maksud mbaknya adalah rekan kerjanya. Gak pake lama, aku bilang, 'Bu, tuh ada kamera CCTV. Saya barusan meninggalkan tempat ini, masa langsung dibuang. Ibu ingat kan, tadi saya pinjam dua gelas, air di botol itu tidak ada bekas diminum pakai mulut. Jadi botolnya bersih.'



Setelah aku memotret beberapa sisi dalam rumah makan itu, tanpa banyak bicara, akhirnya pramusaji mengganti sisa airku dengan sebotol utuh air mineral baru. Alhamdulillah. Makasih, Bu. (Sebetulnya aku hanya ingin sisa airku yang 1.100 ml itu saja, tidak minta diganti utuh.)

Setelah makan malam, Ami ingin jalan-jalan cari jagung bakar. Aku tidak ingin jagung bakar, kasihan gigiku kalau harus menggigit dengan gigi depan. Kalau jagungnya diserut? Tidak ingin juga.

Malam ini kami tidur sambil menggigil πŸ₯Ά

Hotel Merah, Sarangan, Magetan
Gak tertarik nonton TV.. tidur aja 😴



Hari ke-2: Sabtu, 24 Mei 2025

Cuaca dingin masih berlanjut. Iya lah, di kaki gunung Lawu ini. Aku bangun lebih pagi daripada Ami, hendak memotret Matahari terbit. Tidak kesampaian, Matahari terhalang kabut tebal. Ya sudahlah.. motret suasana pagi akhir pekan saja.

Telaga Sarangan, Gunung Lawu, Magetan

Beberapa perahu masih bertudung, kupotret dari balkon depan kamar. Apakah aku mau naik perahu itu? Not today, I think.

Bunyi derap kaki kuda diiringi pemiliknya, berkeliling mengitari danau. Ada yang sudah ditunggangi, ada yang masih mencari orang. Shio kuda kapan menunggang kuda? Not today.

Telaga Sarangan, Gunung Lawu, Magetan


Ami masih meringkuk di kasur, sementara aku sudah lapar. Dari bawah sana, seorang ibu penjual nasi pecel menawarkan dagangannya. Aku tersenyum. Mau turun kok gimana, gitu.. secara anak tangga di hotel ini sangat tinggi. Atau curam? Entah apa sebutan yang tepat, macam si empunya hotel dulu saat membangun tangga maunya berhemat keramik atau gimana.

Kulanjutkan menikmati pemandangan di sekitar, masih di lantai 3 hotel.

Hotel Merah, Telaga Sarangan, Gunung Lawu, Magetan


Aku ingin lebih sering ke sini ya Allah, ngga kapok meski kedinginan πŸ₯Ά

Telaga Sarangan, Magetan
Hai, Kuda 🐎

Lagi asyik menikmati kesejukan kaki gunung Lawu, seorang penjual nasi pecel menghampiri aku. Kutawari Ami, dia belum ingin makan. Oh, dia puasa intermitten ya, aku lupa.

nasi pecel, bukan pecel Madiun, Telaga Sarangan


Harga nasi pecelnya dua kali harga pecel langgananku di jalan raya dekat rumah, tapi ini porsinya juga besar, lauknya pun banyak. Rempeyeknya full kacang, gurih renyah, dadar jagung dan tempe gorengnya juga enak. Alhamdulillah, rezeki. Laris nasi pecelnya, Bu.

Sekitar jam 11, menjelang check-out, Ami mengajakku jalan keliling telaga. What??? Memangnya dia mau jalan sejauh itu pakai sandal berhak tinggi? Oh, rupanya dia pakai sandal hotel yang tipis itu.

Ternyata sepatu botku kurang nyaman dipakai jalan jauh, apalagi di kontur jalan yang tidak rata.

Sepanjang jalan pemandangan didominasi kuda dan pawangnya, warung sate kelinci πŸ‡

sate kelinci, Telaga Sarangan, Magetan
Dataran tinggi, lembab, dingin, lumut


Ami mengajak mampir ke salah satu warung. Untuk pertama kalinya aku makan sate kelinci. Seperti apa rasanya?

sate kelinci, Telaga Sarangan


Hm.. ternyata agak alot. Apakah secara umum daging kelinci begini, atau hanya di warung ini saja? Mungkin aku perlu lebih sering makan sate kelinciku kau manis sekali πŸ‡

sate kelinci, Telaga Sarangan


Selesai makan sate, kami melanjutkan mengitari danau πŸ₯Ά.

Amboi, capeknya..

Ketika Ami mampir ke sebuah toilet umum, aku tanya mbak penjaga, 'Ada persewaan sepeda motor, Mbak?'

Gak ada, Bu.

Oke deh, lanjut jogging with no proper shoes. Sandal hotel yang dipakai Ami, sudah jebol 😝

Telaga Sarangan


Kami melewati beberapa rombongan reuni sekolah (sebagian para lansia) dan keluarga besar. Dulu.. saat aku masih SMU dan adik-adikku masih SMP, kami ke sini bersama Ibu dan Bapak--keluarga kecil.

Dan akhirnya.. kami kembali ke hotel. Jam 12 lewat beberapa menit. Segera berkemas kilat.

Lalu, cari transportasi untuk pulang. Jangan harap bisa panggil taksi online di sini. Kalau tidak bawa kendaraan pribadi, bersiaplah menumpang apa saja dengan harga berapapun. Gunakan keahlian tawar-menawar harga secara elegan.

Akhirnya kami dapat colt burik, milik entah siapa yang ditawarkan manajemen hotel. Untuk tujuan sekitar kampus Unesa 5 PSDKU, sopir minta 200ribu. Kami menawar 150, dia oke.

Bismillah, pulang. See you again, soon, Sarangan. Aku akan merindukanmu πŸ₯ΆπŸ₯ΆπŸ₯ΆπŸ₯Ά


Comments