[Book Review?] Zahir (2014) - Paulo Coelho

Setelah kuselami halaman demi halaman The Zahir (Paulo Coelho, 2014, Gramedia Pustaka Utama), baru terasa betapa sederhananya struktur Hujan (Tere Liye, 2016). Kedua buku itu kudapat dari orang yang sama. Ketika kuterima--kenapa tidak kutolak saja; toh aku punya hak untuk menolak--tidak kupikirkan apakah aku akan membacanya.

The Zahir, Paulo Coelho, Gramedia Pustaka Utama


Pada akhirnya, kedua buku itu kubaca. Hujan dulu, meski kuterima belakangan. Karya Tere Liye yang pertama kubaca. Entah kenapa, sejak pertama kali mendengar judul novelnya dulu (yang berlatar tsunami Aceh 2004), aku belum pernah tertarik membaca novelnya.

Oke, sekarang giliran Zahir. Buku kedua Coelho yang kubaca. Buku pertamanya dulu, The Alchemist, juga hadiah dari orang yang sama. Tahun berapa kubaca Sang Alkemis? Mungkin tahun 2010. Sekitar itulah. Tahun 2025 ini, aku samasekali tidak ingat apa isi The Alchemist.

Zahir. Buku setebal 433 halaman ini hanya terbagi menjadi 4 bab besar.

  1. Aku Orang Bebas
  2. Pertanyaan Hans
  3. Benang Ariadne
  4. Kembali ke Ithaca

Di setiap bab, banyak fragmen panjang yang mengisahkan perjalanan Sang Pencerita, relasi dengan Esther, istrinya, kemudian dengan Marie, pacarnya--yang menemani kesendiriannya selama Esther menghilang, juga Mikhail si gelandangan asal Kazakhstan yang sempat menjadi penerjemah untuk Esther dalam menjalani profesinya sebagai koresponden perang. Tentu saja, termasuk juga kehidupan Sang Pencerita sebagai penulis buku laris yang karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa tulis di seluruh dunia (seperti Coelho sendiri). 

Sebetulnya di catatan ini aku tidak ingin mengulas isi buku itu. Ini hanya catatan pribadi tentang bagaimana aku kembali menekuni buku-buku tebal. Sebelum hari ini, terakhir aku membaca buku ratusan halaman adalah 12 tahun lalu, ketika aku masih menerjemahkan novel-novel tebal (terbitan Tiga Serangkai dan Gramedia Pustaka Utama).


Aku sudah berhasil bertahun-tahun puasa media sosial (meski masih sering tergoda nonton video YouTube saat waktu luang), rupanya itu sangat membantuku berkonsentrasi memahami bacaan.

Sekali lagi aku teringat sepupuku Ndaru, yang 2 tahun lalu bilang, 'Sudah waktunya Mbak Lia nulis novel.'

Semoga tidak lama lagi, aku bisa memulai novelku.

Membaca The Zahir, terasa sangat jauh bedanya dengan Hujan (TL). Ya.. Hujan itu untuk pembaca remaja, usia SMP sampai maksimum 20an akhir. Kira-kira begitu ya. The Zahir untuk pembaca dewasa, usia 25 ke atas. Silakan kalau Anda beda pendapat dengan saya soal sasaran pembaca :D

Menarik juga. Mungkin aku akan mengulang membaca The Zahir untuk kedua kalinya, seperti dulu kebiasaanku di masa muda, bisa menikmati satu judul buku tebal lebih dari sekali.

Comments