[Book Review?] Seni Hidup Minimalis - Francine Jay

 Inilah buku ketiga dengan tema sejenis yang saya baca, setelah The Life-Changing Magic of Tidying Up (Marie Kondo) dan Goodbye, Things (Fumio Sasaki).

Foto: Pimtar

Buku ini ditulis (dalam versi bahasa aslinya) 10 tahun lalu (judul asli The Joy of Less: A Minimalist Guide to Declutter, Organize, and Simplify), tapi barangkali baru beberapa tahun terakhir istilah gaya hidup minimalis menggema di mana-mana (atau aku yang ketinggalan update?).

Saya baru sadar betapa banyak barang tidak penting dan tidak berguna (atau berlebihan) yang selama ini mengikuti. Terlalu banyak barang akan menyedot energi positif kita. Mereka menyesaki ruang gerak kita.. dan akibatnya, kita kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri. Sayang sekali ya..

Kesadaran yang datangnya terlambat, setelah saya mengalami kesulitan saat berpindah tempat tinggal beberapa kali dalam 8 tahun terakhir. Pengangkutan barang-barang (buku-buku dan pakaian) yang begitu banyak, menyita waktu, tenaga, dan biaya yang tidak murah.

Jumlah buku yang seribu eksemplar lebih, itu berasal dari warisan ortu, hadiah menang kuis, kiriman bukti terbit karya terjemahan dari penerbit, hadiah dari teman, juga yang saya beli sendiri. Kalau baju, saya jarang beli baju. Kebanyakan adalah hadiah juga, atau lungsuran layak pakai dari kerabat. Dari mana pun asalnya, inti hidup minimalis adalah hanya miliki/simpan yang penting. Gak perlu mengoleksi banyak baju. Secukupnya saja. Kelebihan barang yang masih layak pakai, berikan kepada mereka yang lebih membutuhkan.

Jauh sebelum istilah hidup minimalis populer belakangan ini, bukankah Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana dan merasa cukup (qanaah)?

Francine Jay memandu kita untuk hidup minimalis, dimulai dengan mengubah pola pikir. Harus kita yakini bahwa hidup minimalis akan lebih sehat dan membahagiakan dalam banyak hal. Selanjutnya, ambil tindakan dengan rumus STREAMLINE. Apa saja?

Start over (mulai dari awal)

Trash, treasure, or transfer (buang, simpan, atau berikan)

Reason for each item (alasan setiap barang)

Everything in its place (semua barang pada tempatnya)

All surfaces clear (semua permukaan bersih)

Modules (ruang)

Limits (batas)

If one comes in, one goes out (satu masuk, satu keluar)

Narrow down (kurangi)

Everyday maintenance (perawatan setiap hari)


Fyuuh 😡

Tulisan ini (sebetulnya) tidak kumaksudkan untuk mengulas isi buku. Ini hanya cara saya menyemangati diri untuk melepaskan kepemilikan barang dan berbenah (maaf ya, orang-orang yang kusayangi. Barang-barang kalian termasuk yang telah dan masih akan kubuang, demi kebaikan kita semua).

Semakin banyak kita memiliki barang, semakin banyak pula sampah yang kita hasilkan. Kalau barang-barang itu bertambah umur dan usang, suatu saat pasti rusak dan jadi sampah.

Buku ini (menurut saya) ampuh menyembuhkan diri dari beberapa penyakit, di antaranya:

1) penyakit suka mengumpulkan kantong kresek, wadah plastik kemasan makanan (seperti yang biasa dipakai penjual makanan via ojek online), dan barang-barang sejenis

2) suka pakai baju usang (misalnya t-shirt atau daster kumal), padahal di lemari ada baju-baju yang lebih baik dan nyaman dipakai

3) hobi belanja barang yang tidak dibutuhkan, karena terpancing promosi di aplikasi belanja online

4) menunda berbenah. Misalnya, kaleng biskuit atau kotak dus makanan yang sudah kosong, tidak segera dibuang. Kata Francine Jay di buku ini, satu barang yang tidak pada tempatnya, akan mengundang temannya. Dalam waktu dekat atau lambat laun akan menimbulkan kondisi berantakan

Dan penyakit-penyakit lainnya.


Layak untuk kita renungkan: kita tidak selamanya hidup. Kalau pada saatnya nanti kita berpulang, jangan wariskan sampah kepada orang-orang yang kita tinggalkan.

πŸͺ΄

Curhat: Hari ini (08/11/2021) untuk kesekian kali, saya sangat bahagia bisa nyangking sekantong besar sampah (botol plastik, baju-baju usang, macam-macam pokoknya sampah anorganik), untuk saya buang ke gerobak sampah pasar. Jadi, sambil belanja ke pasar saya mencicil numpang buang sampah ke gerobak sampah pasar. Di kota kecil ini tidak ada tukang sampah seperti di kota besar. Di lingkungan tempat tinggal saya sekarang, rata-rata warga membakar sampahnya sendiri (kantong plastik, bungkus mi instan, kertas). Padahal pembakaran bahan plastik bisa menghasilkan dioksin, gas beracun yang berbahaya jika terhirup.

Every bag of discards felt like a weight lifted from my shoulders

~Francine Jay, Lightly

Saya sudah mengurangi sampah (membatasi konsumsi barang yang berpotensi sampah) pun, masih buanyaaaakkk sekali sampah warisan yang ditinggalkan mereka yang pernah berkunjung (pakaian bekas pakai yang ditinggal dalam keadaan kotor, bantal dan boneka kumal, kaleng biskuit, botol plastik dan kaca bekas kemasan minuman, saus, sirup, madu). Pernahkah mereka berpikir apakah semua sampah itu akan hilang sendiri seperti disulap?

Kecuali sampah organik (sisa makanan) yang mudah dikompos atau terkompos (secara sengaja dengan baik, atau dilempar begitu saja ke tanah pekarangan), mau diapakan timbunan sampah anorganik itu?

Jumlah sampah anorganik di kota kecil tidak lebih sedikit dibanding di kota besar. Orang desa mulai menyukai makanan dan minuman dengan kemasan sekali pakai. Boba. Aneka jajanan dengan kemasan busa polistirena atau wadah plastik mika. Jika ditambah dengan botol plastik bekas kemasan sabun, sampo, lotion, dll, tambah banyak lagi 🀦🏻‍♀️

Lalu saya bertanya-tanya, apakah Pak Bupati mengikuti berita KTT Perubahan Iklim (COP26) di Glasgow yang dihadiri Presiden Jokowi? Bagaimana menangani sampah di kota/kabupaten tercinta? Kapan dibangun instalasi pengolahan limbah (untuk diubah menjadi energi listrik)? Kapan masyarakat bisa disadarkan untuk hidup less waste? Mungkinkah para pemilik perusahaan makanan dan minuman kemasan itu menyadari dampak produksi pabriknya terhadap alam dan mengubah strategi bisnis yang lebih peduli Bumi?

🌿

Kebaikan hidup minimalis, tidak hanya untuk diri (sehat lahir dan batin), tapi juga demi kelestarian alam 🌏


Comments

  1. aku punya langganan pemulung. Kardus, botol, dll kumpulin sekira sebulanan. kalo sudah sekarung, telpon beliau. Langsung diambil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di kota plat L juga gitu, Mbakku. Ada pemulung yg membantu banget. Di kota kecil entah kapan, berharap segera terwujud manajemen sampah yg lebih baik 🀲🏻

      Delete
  2. Keren, Mbak. Saya lagi mempelajari buku semacam dan mempersiapkan diri untuk mulai pilah barang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah senangnya ada yg ikut 'berjuang' bersama 😁 makasih Mbak Hersinta. Yuk semangat

      Delete
    2. Nunggu tulisan selanjutnya tentang hidup minimalis mbak Queen Aulia

      Delete
    3. He-he di post berikutnya ada, tapi lebih ke curhat eh ngomel sendiri sih, jadi rada malu juga kalau dibagi ke teman. Tapi, terima kasih perhatiannya, Mbak Hersinta ❤

      Delete
    4. This comment has been removed by the author.

      Delete
  3. ya ampun, aku tertohok banget ini. suka nyimpen baju lama, berpikir kalau suatu saat mau dipakai lagi. eh tapi akhirnya ya nganggur juga, enggak dipakai. memang saatnya untuk menyortir barang-barang di rumah nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tertohok? Maaaf Bening πŸ˜† eh tapi yg penting, perubahan ini ke arah positif kan.. yuk sama2 berjuang beberes barang

      Delete
  4. Yang bahasa kerennya skrg decluttering itu yak? Asli klo udah kelar beberes aslinya hati plong loh berasa 'beban' terlepas hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Jenk Roasted Chicken Specialist 😘 decluttering itu bagian dari sikap hidup minimalis, kira2 gitu 😁 tapi beberes-ku belum kelar nih

      Delete
  5. Saya paling ngeh dengan kalimat ini: "kita tidak selamanya hidup. Kalau pada saatnya nanti kita berpulang, jangan wariskan sampah kepada orang-orang yang kita tinggalkan". Dan sepakat adanya, betapa kita yang singkat ini, pantaskah kita bikin susah pihak lain? Patutkah bikin orang lain, terlebih generasi yang akan datang, kehilangan tempat nyaman, hanya karena kita hoby nyampah? Ah, mbuhlah......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita memang hidup di dunia yg banyak 'mbuh'-nya 😁

      Delete
    2. Hehehe...klop kita berarti, berpandangan sama betapa "mbuhnya" kehidupan ini...

      Delete
  6. kadang ku sjuga suka heran sama diri sendiri mba, kok kayaknya susah banget ngerapiin supaya ga kebanyakan barang. kayak rasanya semua barang itu penting. padahal nyatanya ada baju yang 2 tahun dia ngga dipake nangkring aja di lemari.... heran yah... pas mulai beberes... rasanya tuh berat banget ngelepas ... walau dikit2 udah mulai ridho ridho in deh ngelepas barang

    ReplyDelete
  7. ahh akupun sedang dalam masa ini, setahun ini baru sekali beli buku buat kado untuk aku aja kemarin, karena ya ampun penuh banget lemari. Baju beberapa bulan lalu udah sisih2kan, jadi lemari pakaian udah legaaa banget, walau kadang sedih tiba-tiba kepikir mau pake baju tertentu eh udah dikasih ke orang haha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga ada baju yg penuh kenangan, Mbak.. hadiah dari teman, kupakai waktu diwawancara oleh Jawa Pos beberapa tahun lalu. Bajunya sudah bolong2 😁 tapi mau buang juga gimana gitu πŸ₯² kalau kata Francine Jay, cukup kita punya foto pakai baju itu, juga foto dokumentasi media coverage, itu sudah cukup buat kenangan πŸ₯°

      Delete
  8. Metode Marie kondo yg paling kusuka…jd bener2 yg memang dibutuhkan&dipakai yg dsimpan jd terhindar dari menumpuk2 brg. Tp ada beberapa hal yg msh blm bs diterapkan metode ini…urusan dapur! Heheheh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gapapa kalau belum sepenuhnya, Mbak 😁 yg penting adalah sudah menuju arah yg lebih baik dalam berbenah. Semangat 🀸🏻‍♀️

      Delete
  9. Duh, rumahku masih kesimpen barang-barang yang usang karena aku tinggal di rumah ibuku. Mau milah-milah bingung aja mulai dari mana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mulai dari yg tampak duluan di depan mata, Mbak Irfa 😊 aku pun tinggal di rumah ortu yg masih nyimpen sendok2 plastik, kotak2 plastik yg gak pernah dipakai 🀦🏻‍♀️ eh semangat yuk berbenah

      Delete
  10. I feel you mbak, aku baru baca yg marie kondo saja.. dan itu sdh banyak merubah pola hidup aku.. yg jadi keluhan ku terbesar saat ini adalah wadah bekas belanja online, bingung harus bgmb

    ReplyDelete
  11. Nah iya, belanja online juga salah satu by product-nya sampah kemasan ya.. (bubble wrap, kantong plastik). Kalau karton masih bisa didaur ulang ya..

    ReplyDelete
  12. If one comes in one comes out. Alhamdhulilah sudah aku lakukan sejak dulu mbak. Kalo punya sesuatu yg naru hafus mengeluarkan sesuatu juga jd alhamdhulilah barang ga numpuk. Eh kecuali buku ding kalo buku disimpen trs aja hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow alhamdulillah Mbak Muna, pertahankan ya 😊 eh kok ada kecualinya 😁

      Delete
  13. Hahaha, aku masih suka ngumpulin plastik kemasan warna-warni, mbak. Termasuk penyakit nggak ya? Tujuan ngumpulin untuk disalurkan ke penampung yang ngurusin sampah anorganik. Kalau dibuang ke tempat sampah biasa ujungnya ya sama saja. Entah dibakar atau menambah masalah baru.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau menurut penganut minimalisme, sebisa kita mencegah terkumpulnya barang2 macam itu 😁 tapi kalau mengumpulnya tanpa bisa kita cegah, ya kemudian salurkan ke pemulung/yg bisa mengolahnya jadi barang baru (prinsip ekonomi sirkuler). Gitu Mbak Ami 😁

      Delete
  14. Emang harus diterapkan ini gaya hidup minimalis ya. Soalnya aku pun merasa banyak barang yang sebenarnya ga butuh-butuh banget gitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe sebetulnya gaya hidup itu personal ya Ori, tergantung orangnya juga. Sesama minimalis juga beda kebutuhan dan kondisi. Tapi secara umum, enggak kebanyakan barang itu lebih enteng rasanya

      Delete
  15. Wah, bacaannya kok sama persis Mbaa, hihi tiga buku andalan.. Aku sudah mulai nihh mengurangi barang yang tak terpakai dengan menyumbangkan baju, buku, mainan sampai berbagai kardus kosong di rumah.. Belum sukses sih masih banyak yang perlu dibuang huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi five duluuu πŸ™‹πŸ»‍♀️ kerjaanku juga belum beres Dew 😁 masih banyak timbunan. Yuk semangat!

      Delete
  16. saya suka baca-baca tulisan tentang minimalism. ternyata minimalism maknanya luas banget yaa, ga cuma ngelatih kita untuk berhemat tapi juga untuk hidup berkesadaran dan berguna untuk sesama.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, semakin banyak yg berkesadaran, kebaikannya ke seluruh penjuru Bumi. Thank you Mbak Dian

      Delete
  17. Gaya ini cocok diterapkan zaman sekarang, dituntut cepat dan gak ribet, berkaca pd orang Jeoang ya mba, perabot seadanya, tmpt tidur aja dilipat, mendidik sederhana juga

    ReplyDelete
  18. Belajar hidup sederhana intinya. Kalo beli baju atau barang buat sendiri jarang aku. tapi masih sering tergoda bela beli baju anak, mainan, kok lucu lucu. Baju lama kekecilan akhirnya kok yo numpuk di lemari ya eman. Semua pasti jadi gombal pada waktunya.
    Makasih ulasannya hidup minimalis budhe. Saatnya eksekusi barang barang biar ga mblasah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Happy decluttering yaa Mom Lubna & Emir πŸ’•

      Delete

Post a Comment

Thank you for visiting 🌻 I'd love to hear your thoughts here