Esthy Wika, Allah Sayang Kamu

 

Kopdar pertama, 14 Juli 2019



Esthy Wikasanti, aku ingin mengenangmu, mengenang persahabatan kita yang sangat singkat namun meninggalkan kesan mendalam.

Tahun 2019 kita diperkenalkan oleh sahabat kita, FiFadila (teman sekamarku di workshop Room to Read, Bandung, 2016). Saat itu Dila bilang, kamu ingin kenal dengan orang yang mungkin bisa membantumu menyalurkan potensimu menerjemahkan buku. Lalu Dila menghubungkan kita (setidaknya aku bisa jadi teman diskusi ya.. karena aku juga belum menerjemahkan lagi untuk buku-buku cetak dari penerbit, selain sebagai relawan penerjemah).

Kontak pertama kita via WhatsApp 21 Mei 2019. Dengan cepat kita jadi akrab seperti teman lama, dalam chat WA kita. Banyak kesamaan di antara kita tentu yang jadi faktornya. Kita sama-sama suka membaca dan menulis. Kita sama-sama berjuang mengatasi tantangan dalam hidup πŸ₯² dalam keseriusan kita bisa guyon. Kita sama-sama punya optimisme memandang dan melanjutkan hidup.

Kopdar pertama kita Juli 2019, di Taman Bungkul. Kalau kita tidak ketemu di sana, mungkin aku belum akan ke Taman Bungkul lagi setelah yang pertama aku memperpanjang masa berlaku SIM C-ku, Desember 2015.

Kamu berbaik hati membawakan pesananku, novel Cinta Putih di Bumi Papua karya teman kita Dzikry. Novel berlatar Papua yang sedang kubutuhkan untuk melengkapi risetku untuk buku cergam Noken yang kutulis dalam rangka Gerakan Literasi Nasional 2019 (Badan Bahasa, Kemdikbud). Akadnya, kamu meminjamkan buku itu untukku.

Ke Taman Bungkul kamu mengajak Uma, gadis bungsumu, yang sangat berbakat.

'Tolong bimbing Uma nulis, ya, Mbak,' begitu permintaanmu saat itu. 'Diseriusi aja, bikin jadwal kapan bisa belajar secara rutin.'

Permintaanmu itu bagiku sangat berarti karena aku jadi merasa berguna.


Uma langsung menulis di pertemuan pertama kita


Tapi rupanya kesibukan kita membuat rencana-rencana itu belum terlaksana. Belum sempat ketemu lagi, tapi komunikasi kita lanjut di chat WA. Obrolan segala topik kita lanjutkan.

Pertemuan kedua kita di UIN Sunan Ampel, 20 November 2019. Atas inisiatifku kita ketemu di acara yang sebetulnya targetnya anak muda. Tapi toh kita sebagai audiens tertua tidak dihalangi untuk hadir πŸ’œ

Hanya karena anak-anak muda itu mengundang pembicara dari Mojok (Puthut EA), dan kamu pernah menulis artikel di situsnya, aku antusias untuk ingin datang. Konyolnya, aku dalam kondisi krisis sehingga kontribusi hadirin yang cuma 20ribu itu, kamu yang bayarin aku.


Sambil menyimak materi, kita ngikik sepanjang acara karena mungkin tampang kita yang sudah ibu-ibu memgacaukan konsentrasi audiens lainnya

Kita tidak bisa ikut sampai selesai karena kamu harus menjemput Ken dari sekolah. Kita berpisah di pintu keluar UIN.


Oleh-oleh sebelum berpisah

Selanjutnya, Allah masih mempertemukan kita untuk ketiga kalinya.

Kali ini, atas permintaanmu kita ketemu di Perpustakaan Bank Indonesia (Taman Mayangkara), 15 Januari 2020. Berita Covid-19 sudah tersiar dari Wuhan, China, tapi di Indonesia belum terdeteksi.

Kamu ajak Ken, sulungmu yang bersikap sangat baik dan sopan. Kamu perkenalkan aku padanya, dan Ken dengan sopan cium tanganku. Bahagianya kamu dengan keluarga yang hangat, Esthy. Sesuatu yang belum aku miliki..




Aku berusaha memenuhi keinginanmu untuk mendiskusikan naskahmu tentang hidup mendampingi si sulung Ken. Naskahmu yang hampir jadi dan siap masuk penerbit. Tapi kamu ragu, penerbit mana yang pas untuk naskahmu.

Dalam pertemuan ketiga ini, kamu bawa oleh-oleh kerudung cantik untukku. Terima kasih, Esthy.



Selanjutnya, kita mulai jarang kontak. Kita kembali dengan kesibukan masing-masing. Aku juga sedang dalam kondisi yang sangat sulit, di antaranya menyiapkan kepindahan tempat tinggal untuk kesekian kalinya.

Sebetulnya aku tidak pernah berniat mengabaikan kamu. Tapi tanpa kusadari kesulitan yang kuhadapi membuatku teralihkan dari janjiku menyanggupi permintaanmu untuk mengawal naskahmu itu..

Ketika wabah Covid-19 dinyatakan sudah melanda negeri ini, kita semakin jarang kontak. Beberapa kali aku coba menghubungimu, tapi kamu tidak pernah merespons.

Aku kecewa, Esthy. Kupikir kamu ngambek seperti anak kecil karena aku tidak memenuhi janji. Aku anggap kamu tidak memahami diriku dengan segala kondisiku.

Aku sempat khawatir kamu atau keluargamu terpapar virus baru ini, karena saat itu situasi sangat mencekam. Kota kita yang bertetangga seperti kota mati. Kekhawatiran itu karena kamu lama tidak menjawab sapaanku.

Aku lega sekali ketika kamu menjawab sapaanku di komentar salah satu post blog-mu, meski hanya dengan satu emoji senyum. Membaca lagi post-mu di Instagram, meyakinkan aku bahwa kamu baik-baik saja (aku pun puasa medsos dalam waktu sangat lama karena beberapa alasan, sehingga baru sadar untuk memastikan kondisimu via instagram).

Aku sedih kehilangan persahabatan denganmu, Esthy. Sungguh sedih. Beberapa teman kucoba tanyai alamatmu, karena aku ingin mengembalikan buku pinjaman. Tapi tidak ada yang tahu alamatmu.

Aku tidak menahanmu kalau kamu ingin pergi. Meski hatiku sangat kecewa..

Setahun berlalu..

Pertengahan 2021, aku dapat hadiah buku dari seorang sahabat, psikolog dan penulis Nurul Hidayati. Buku yang dihadiahkan padaku saat mengirim jaket almamater Unair-nya untuk kupinjam (keperluan mengurus SKPI).


RelatedKiat Pendampingan Belajar saat Pandemi



Kulihat namamu sebagai salah satu penulis buku itu, Esthy, lalu Nurul Hidayati adalah orang kesekian yang kutanyai alamatmu. Kalian tidak saja satu buku, tapi juga satu almamater di Psikologi Unair. Tapi aku belum juga dapat jawaban tentang alamatmu.

Buku itu kubaca hanya bagian tulisanmu sekilas, dan tulisan Nurul. Maaf.. kusumbangkan buku itu ke Perpustakaan Kota Madiun, Juni 2021. Aku masih kecewa dengan sikapmu menjauhi aku. Maaf, mungkin aku yang tidak bisa jadi teman yang baik untukmu. Semoga buku karya kalian itu bermanfaat bagi pembaca/pengunjung perpustakaan.

Maafkan aku, Esthy. Aku belum bisa berbesar hati menyimpan buku yang ada namamu. Buku pinjaman (novel Dzikry) juga masih tertahan di kota pahlawan. Maafkan aku, barangkali aku sudah berburuk sangka padamu, Sahabat.

Tapi kerudung cantikmu, masih kusimpan dan kupakai sampai sekarang.

πŸ₯€


Sejak Senin (20/12) aku belum bisa tidur sampai lewat tengah malam dan dini hari Selasa (21/12). Internet yang berjam-jam kuistirahatkan, kembali kuaktifkan jam 01.01. Bertubi-tubi masuk pesan WA di grup penulis asuhan Mia Siti Aminah. Ucapan dukacita merespons kabar tentang kamu.


Foto: WAG Diskusi Buku Pengayaan (Mia Siti Aminah)

Esthy, kamu sekarang sudah benar-benar pergi. Aku benar-benar tidak bisa menahanmu lagi.

Esthy, semoga karya-karyamu menjadi amal jariah bagimu. Allah sayang kamu, ditempatkanNya kamu di tempat terbaik. Insyaallah.

Selamat jalan, Sahabatku. Innalilahi wa inna ilaihi raajiuun.


Maospati, 03.34 menjelang subuh

Selasa, 21 Desember 2021


Comments

  1. Semoga Allah memberikan Maghfiroh Nya dan memberikan kekuatan untuk keluarga yang ditinggalkannya. Turut berdukacita ya Mbak

    ReplyDelete
  2. Kaka, kpn ini? Loh loh gemeter aku bacanya. Lanjut ngobrol di WA yuk kita

    ReplyDelete
  3. Innalillahi wainna ilaihi rojiun, allohumma firlaha warhamha wa'fiha wa'fuanha

    ReplyDelete
  4. Innalillahi wa innailaihi rojiun.

    ReplyDelete

Post a Comment

Thank you for visiting 🌻 I'd love to hear your thoughts here